Oleh : Zarmoni
Syahdan dizaman
dahulu kala di pinggiran sungai yang besar di Negeri Antau Jauh, hiduplah
sepasang suami isteri dengan seorang anak semata wayangnya. Kehidupan mereka
begitu damai, setiap hari suami-isteri tersebut hidup bercocok tanam, sedangkan
anaknya bekerja seraya memancing ikan disungai besar yang mengalir deras
airnya.
Rumah mereka
memang agak terpencil dari rumah para penduduk desa Jambu Alo. Sungai yang
besar tersebut banyak mengandung Ikan, Siput, dan Tengkuyung (Siput panjang).
Memang sungai tersebut merupakan sarana bagi penduduk untuk mengambil ikan
untuk dikonsumsi dan dijual.
Kehidupan
sepasang suami isteri tersebut kian hari makin harmonis dan rukun. Anak semata
wayang mereka begitu elok dan baik hati. Semua masyarakat dusun Jambu Alo waktu
itu begitu senang bergaul dengannya.
Memang, didalam
Al-qur’an Allah menegaskan bahwa : “Apakah kamu kira kami membiarkan saja kamu
mengatakan “kami telah beriman” sedangkan tidak diuji lagi?” kira-kira begitu
salah satu bunyi Firman Allah. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat
dielakkan, suatu hari, hujan begitu deras dari pagi, sementara si anak yang
bernama Bujang Rahman asyik memancing ikan dipinggir sungai besar tersebut.
Karena memang, diwaktu hujan, memancing disungai tersebut sangat mudah
mendapatkan ikan.
Sedang asyiknya memancing,
Bujang Rahman tidak menyadari bahwa air bah, atau air besar dari hulu begitu
deras memporak-porandakan pinggiran sungai. Air mengaum bersama pepohonan yang
tumbang, Bujang Rahman terkesiap, dan berusaha menyelamatkan diri, namun malang
baginya, kakinya terpeleset dan tersambar air bah. Sementara ayah dan ibunya
yang melihat ketika akan memanggilnya pulang, menjerit histeris menyaksikan
buah hati belahan jantung, anak semata wayang yang dikasihi terseret dan hilang didalam air bah yang
datang. Ibunya menangis meraung-raung seraya menjambak rambutnya hingga
berguguran helai demi helai. Sedangkan siayah terjun kesungai untuk mencari
anaknya.
Ketika hujan
rea, penduduk mendengar suara jeritan dan ratapan isterinya dipinggir sungai
yang menggaung. Lalu pendudukpun berlari kesana dan menyaksikan si ibu yang
menangis meratapi sungai seraya meraung, menjerit dan meratapi suami dan
anaknya yang telah hilang ditelan gelombang.
Tujuh hari
tujuh malam, penduduk mencari menelusuri sungai tersebut, namun tiada
diketemukan jejaknya. Si ibu selama itu terus menangis meraung-raung hingga
suaranya hilang.
Pada suatu
malam si ibu bermimpi bahwa anaknya telah berubah menjadi seekor Ikan Semah
bermata merah yang besar, ia berkata kepada ibunya “Ibu, kalau engkau ingin
menemuiku, datanglah kesungai pada tiap malam jum’at dan taburkanlah beras
kunyit, aku akan datang padamu, bawalah jala atau tangguk dan ambilah ikan
dibelakangku untuk menghidupi ibuk”.
Begitulah, tiap
malam jum’at si ibu datang kesungai memanggil anaknya dan membawa ikan-ikan
dibelakang anaknya. Namun aneh, setiap kali ia memanggil anaknya, sungai
bergemuruh atau meraung bunyinya.
Suatu ketika,
seorang penduduk memancing disungai dan mendapat ikan semah besar bermata
merah. Ia kegirangan, namun tengkuknya bergidik, karena ketika ia mendapat ikan
tersebut, air begitu deras dan meraung-raung bunyinya. Anehnya lagi, ketika
ikan tersebut digantung didapur, ia makinlama bertambah panjang. Siibu yang
mendengar keanehan tersebut berlari menghampiri rumah penduduk tersebut dan
berkata agar ikan semah mata merah tersebut dikembalikan kesungai karena ikan
tersebut adalah jelmaan dari anaknya Bujang Rahman.
Penduduk pun
sepakat untuk mengembalikannya kesungai, dan setiap kali apabila ikan tersebut
kena pancing, ia akan kembali memanjang dengan kesendiriannya, dan pendudukpun
akan melepaskannya kembali.
Setiap malam
jum’at, dan ketika ikan semah bermata merah kena pancing, suara sungai begitu
aneh, seakan-akan meraung meratapi sesuatu. Dan mulai saat itu penduduk
menamainya dengan sungai Batang Meraung. Namun lama kelamaan, kata meraung
berubah menjadi “merao” atau “marawa” atau sungai ratapan.
Demikianlah
legenda asal usul Sungai batang Merao yang membentang dari Kerinci Hulu sampai
bermuara di Danau Kerinci.
Bohoong, itu hanya daya fikir aja,
BalasHapusDongeng itu
Bohoong, itu hanya daya fikir aja,
BalasHapusDongeng itu
Menarik juga
BalasHapusDongeng sangat menarik dan bisa untuk pelajaran untuk anak2 yg sering mandi disungai batang merao,,
BalasHapusBiar tidak ada korban selanjut nya