Oleh :
Zarmoni
Sumber :
1. Bapak MAT SALIM, Dpt gelar
Rajo Indah Tuo Tunggun Negeri
2. Bapak GINDO RASYID, Dpt gelar
Depati Intan Kumalo Sari
3
Makam Depati Marajo Mukai Hilir
Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak
merupakan daerah yang mempunyai banyak historis dari dahulu kala. Konon,
Pemimpin masyarakat nya banyak berasal dari Minang Kabau setelah Islam Masuk ke
Kerinci.
Pada zaman dahulu kala, bumi sakti Alam Kerinci
masih merupakan hutan lebat dan sedikit penghuninya. Penduduknya bekerja dengan
cara tradisionil, seperti bertani, menanam padi tinggi yang panen sekali
setahun dengan cara menuai.
Tersebutlah seorang pemuda yang bernama Dukun
Marajo, dia tinggal disawahnya seberang sungai Batang Ayie Mukai, yang pada
waktu itu beliau sudah memiliki seorang Isteri di Koto Lua (Mukai Hilir),
sekarang beliau menghuni pondok disawah, menjaga sawahnya agar tidak diganggu
oleh Babi Hutan dan hewan liar lainnya.
Pada suatu hari, sayup-sayup dari luar pondok,
beliau mendengar suara tangis terisak-isak, lalu beliau berkata dari dalam
pondok.
“Wahai suara yang menghiba, siapakah gerangan
kisanak? Dari kaum bangsa Jin atau manusiakah?” Ujar Dukun Marajo seraya keluar
dari pondokannya. Disana dibawah pohon besar duduk terpaku seorang pemuda.
“Maaf kisanak, saya sangat sedih, tiada lagi
tempat saya mengadu..!” Jawab pemuda tersebut seraya menghapus air matanya.
“Dari manakah asal kisanak? Mari masuk dan istirahatlah
didalam pondok bersama saya..!” ajak Dukun Marajo seraya menarik tiang pengalau
(Tiang yang dipasang tali dan diujungnya digantungkan besi yang apabila ditarik
akan berdenting) sehingga kumpulan burung pipit terbang melayang.
Setiba didalam pondok, pemuda tadi menceritakan
hal ihwalnya. Dia diusir oleh sanak keluarganya dari negeri Tarutung Tinggi. Ia
sudah lima hari lima malam berkelana menuju utara, tanpa tahu arah mana yang
akan dituju. Tampaknya ia sedang berputus asa.
“Baiklah kisanak, kalau begitu katamu, silahkan
tinggal dipondok ini, tinggalah bersama saya, kita bekerja disini dan anggaplah
saya ini saudaramu..!” tenang Dukun Marajo.
“Terima kasih banyak tuan, saya tak tahu bagaimana
nasib saya kalau tuan tidak ada...!” si pemuda mencium tangan Dukun Marajo.
Sudah
tiga purnama, mereka bekerja, dan tidur bersama layaknya dua orang bersaudara
kandung. Namun ada suatu hal yang mengganjal dihati Dukun Marajo, karena setiap
sore setelah bekerja, mereka tak pernah mandi bersama, pasti Sipemuda akan
mengelak setiap diajak oleh Dukun Marajo.
Suatu sore, timbul keinginan dihati Dukun Marajo
untuk mengintip sipemuda waktu mandi, jangan-jangan sipemuda punya senjata
rahasia untuk membunuhnya.
Dengan mengendap-endap, Dukun Marajo bersembunyi
dibalik rimbunan pohon, dengan dada berdebar, Dukun Marajo sangat terkejut,
ternyata dia bukanlah seorang pemuda, melainkan seorang gadis, bahkan rambutnya
panjang dan dia memiliki tubuh seorang wanita, astaga... ujar Dukun Marajo,
selama ini kami sudah tidur bersama, tetapi aku tak bisa tahu bahwa dia seorang
gadis.
Lalu, Dukun Marajo menyuruh sipemuda tadi berterus
terang ketika sampai dipondoknya. Sipemuda yang ternyata seorang gadis mengaku
bahwa ia adalah seorang gadis yang diusir oleh saudaranya dari Tarutung Tinggi,
ia terpaksa menyamar sebagai seorang pemuda agar aman didalam perjalanan.
Akhirnya,
Dukun Marajo dan sigadis yang dikenal masyarakat Siulak Mukai sebagai “Ninek
Gadis Jak Tarutung” menikah sesuai dengan adat istiadat waktu itu, entah secara
animisme, Budhisme, Hinduisme, atau Islam, karena tak ada riwayat yang jelas
tentang agama saat itu.
Lalu ketika anaknya lahir, Ninek Gadis Tarutung
diajak bercocok tanam/berladang oleh Dukun Marajo di hilir Dusun Jambu Alo
(Siulak Gedang). Mereka menanam jagung disana. Lalu dari sanalah asal-usul
keterkaitan hubungan nasab/kekeluargaan antara orang Siulak Mukai dengan orang
Koto Beringin. Asal dari Luhah Jagung yang bergelar Sko Jagung Tuo. Orang
Siulak Mukai sebagai Anak Tuo dari Isteri Dukun Marajo di Koto Lua (Mukai
Hilir), dan orang Koto Beringin sebagai Anak Mudo yang asal usulnya dari Ninek
Gadih Jak Tarutung. Disiulak Mukai ada Lima Kalbu dan yang Keenam di Koto
Beringin.
Maka, hingga saat ini warga Siulak Mukai punya
“Arah” atau tanah warisan di Tarutung Tinggi yang bernama Arah Nas Ijau yang tidak terpakai, namun sampai sekarang tanah itu
milik warga Siulak/ Siulak Mukai.
Dinukil dari lisan orang tua-tua dahulu,
terbukalah sebuah legenda lainnya tentang anak manusia tiga bersaudara, yaitu
Depati Marajo, Depati Palimo Guling, dan
Depati Palimo Siap.
Tiga bersaudara ini sangatlah sakti mandraguna.
Mereka tinggal di seberang Sungai Batang Marao, yaitu Siulak Mukai Sekarang.
Konon pada zaman dahulu, sungai tempat mandi,
mencuci, dan MCK bagi penduduk Siulak Mukai sangatlah jauh dari tempat
pemukiman. Sehingga penduduk begitu sulit mengangkut air untuk kebutuhan
sehari-hari, karena pada zaman itu, belum banyaknya penduduk, dan daerah masih
merupakan hutan belantara yang lebat dan binatang liar seperti Gajah, Badak
Sumatera, dan Harimau masih sering muncul.
Pada suatu hari, tiga bersaudara sepakat untuk memindahkan
aliran sungai yang jauh agar mengelilingi Kecamatan Siulak Mukai, yang
terbentang dari Tebing Tinggi menuju Mukai Hilir dan bertemu dengan Sungai
Batang Merao di hilirnya.
Berhari-hari, tiga bersaudara
membuat sungai dari Tebing Tinggi (Utara Siulak Mukai) menuju Mukai Hilir.
Mereka bekerja dengan susah payah tanpa mengenal lelah. Kesaktian yang mereka
miliki mereka kerahkan demi anak cucu mereka, untuk memindahkan sungai bagi
kebutuhan warga.
Setelah sungai terbentuk
disepanjang ranah Siulak Mukai, Depati Marajo dan saudara-saudaranya berencana
untuk mencari ikan dengan memasang lukah, sementara Palimo Guling memasang
lukah disebelah selatan, Sedangkan Depati Marajo mengontrol air di mudik seraya
mengeruhkannya agar ikan lari keselatan. Dan Palimo siap menokok-nokok akar
Tuba di tengah-tengah.
Menjelang sore, Palimo Siap
mencari adiknya Depati Palimo Guling keselatan untuk mengecek lukah tersebut.
Sesampainya diselatan, ia tidak menjumpai adiknya. Ia berteriak-teriak
memanggil adiknya, namun tiada jawaban, yang ada hanyalah bunyi “Huh...huh...
auuum... auuuummmuhhhh..!”
Akhirnya Palimo Siap terkejut
melihat adiknya Palimo Gulin yang tertelungkup beransur-ansur berubah wujud
menjadi harimau dan berguling-guling disemak belukar, lalu Palimo Siap datang
menjenguk kakaknya dihulu dan berkata “Wo, coba lihat adik kita diselatan, ia
telah beransur-ansur berubah wujud..!” kata Palimo Siap.
“Berubah wujud bagaimana? Ayo
kita lihat” ajak Depati Marajo menuju ke selatan. Anehnya, Sipalimo Siap sudah
menghilang dan tau-tau sudah berada diselatan juga sedang berubah wujud menjadi
harimau.
Sesampai diselatan, Depati Marajo
tidak menjumpai saudaranya. Ia berteriak memanggil Palimo Guling dan Palimo
Siap, namun tiada jawaban, yang ada Cuma suara lenguhan harimau.
Ketika Depati Marajo menoleh
kebelakang, ia mendapati dua ekor harimau. Dengan kesaktiannya, ia tahu bahwa
saudaranya memilih “ghaib” sebagai Harimau. Lalu dengan kesaktiannya pula,
Depati Marajo memilih untuk ghaib menjadi seekor Harimau.
Lalu, waktu berlalu, tahun
berganti, masyarakat sudah bertambah banyak, dan Ilmu Pengetahuan merebak maju
pesat. Namun satu hal bagi anak Kerinci khususnya anak Siulak atau Tigo Luhah
Tanah Sekudung, dimana saja mereka berada, ketika ia dalam keadaan terjepit
atau kesusahan, dan membakar kemenyan seraya menyeru “Nenek” Imau Siap, maka ia
akan datang memberi pertolongan. Dan ketika anak Kerinci tersesat didalam
hutan, ia akan memanggil Ninek Palimo Guling, maka ia akan menunjukan jalan
dengan menampakan bekas gulingannya pada rerumputan.
Begitulah legenda yang merebak
dimasyarakat, bahwa Depati Marajo, Palimo Guling, dan Palimo Siap telah
mengghaib, dan sesekali masyarakat pernah berjumpa dengan Harimau Tiga
Bersaudara, yang membedakan Depati Marajo dengan saudaranya adalah, ia
berbentuk Harimau yang diubub-ubunnya terdapat bulu putih. Dan makam beliau
terletak di Desa Koto Lua / Mukai Hilir dekat dengan sungai Batang Air Mukai di
mudik Jembatan arah ke Sungai Langkap.
Benar
atau salahnya ceritera ini hanya Allah SWT yang tahu, namun begitulah cerita
yang penyusun dapat dari Ninek Mamak Siulak Mukai. Oleh karena itu penyusun
mohon maaf yang sebesar-besarnya terutama kepada Ninek Mamak yang memakai Sko
Depati Marajo di Mukai Hilir.
Kerinci,
Maret 2013
Dinukil dari : Petua Siulak Mukai
<body oncontextmenu='return false;' onkeydown='return false;' onmousedown='return false;'/>