Pada zaman dahulu kala, dimana kemajuan zaman belum
merasuki bumi Sakti Alam Kerinci, para pemuda (Bujang-Gadih) di Tigo Luhah
Tanah Sekudung Siulak mempunyai adat dan kebiasaan dalam berkasih sayang.
Dimana sibujang akan datang kerumah sigadis pada malam hari untuk bertandang,
dengan duduk berjarak dan berhadapan dengan ditemani oleh si Ibu sang gadis,
serta ditengah lampu togok/dian yang menjadi saksi.
Pantun merupakan hal yang sangat istimewa kala itu
sebagai sarana mengungkapkan perasaan sepasang muda-mudi. Pada zaman itu, adat
istiadat masih kental dipegang oleh Ninik Mamak, sehingga sepasang muda-mudi
yang berkasih sayang tidak bernai melanggar tatakrama, dan hukum agama.
Di Siulak, sibujang dan sigadis yang berkasih sayang
disebut “Bakasie”, dimana pada waktu ini digunakan untuk saling kenal mengenal
sebelum memasuki hidup baru berumah tangga.
Contoh :
Anak murai diateh singem
Nyo bubunyi same balagu
Adik manih sapo ngan tuen
Kalu dak ado mbuh kasie aku
Katutu-katutu nian
Nyo inggap diateh manyan
Katuju-katuju nian
Salah ngato ku idak tengan
Apabila sudah menjadi “Kasie” maka sibujang akan
meminta tanda berupa meminjam “kain peramban” / kain sarung sigadis, dan
sibujang akan meninggalkan bajunya atau lain-lain sebagainya.
Dan dihari lebaran Idul; Fitri, maka sigadis akan
datang kerumah sibujang dengan membawa rantang berisi kue/makanan lainnya, dan
ketika pulang, sigadis akan dikasih uang oleh sibujang sebagai ganti isi rantangnya
tersebut.
Dan setelah hari raya ketiga, sibujang akan meminta ijin kepada ibu dan ayah sigadis untuk mengajak “Kasie”nya jalan-jalan, baik ke Kayu Aro, Gao, ataupun danau Kerinci.
2. BATUIK/MEMINANG/BERTUNANGAN
Setelah ada kesepakatan antara
seorang laki-laki dan perempuan untuk menikah, dan telah direstui oleh kedua
orangtuanya maka ia harus menjalankan rentetan peristiwa berikut :
A.
ANAK
JANTAN SEBAGAI MEMPELAI
Maka orang tuanya harus
mengundang/menyirih :
1)
Depati
Panghulu
2)
Ninik
Mamak
3)
dan
Anak Jantan (Teganai)
1)
alat
sirih lengkap (sirih sebuku)
2)
“cihi”
(tanda untuk pertunangan) diutamakan Keris Pusaka, jika tidak ada boleh barang
lainnya seperti kain sarung, atau barang emas permata.
B.
ANAK
BATINO SEBAGAI MEMPELAI
Maka orang tuanya harus
mengundang/menyirih :
1)
Depati
Panghulu
2)
Ninik
Mamak
3)
dan
Anak Jantan (Teganai)
Depati Ninik Mamak dan Anak
Jantan harus lebih dahulu datang kerumah anak batino untuk menunggu keluarga
calon mempelai yang laki-laki datang untuk meminang. Keluarga calon mempelai
wanita harus menyiapkan makanan ringan ala kadarnya (palalu kawo) untuk
menyambut kedatangan calon mempelai pria.
3.
INGKAR JANJI / BUSAHAK TUNANG
Dalam hal perjanjian
manusia boleh berencana, namun ketentuan mutlak ditangan Allah SWT. Seelah
pertunangan dilakukan, sering terjadi calon mempelai laki-laki atau calon
mempelai perempuan ingkar janji, menolak untuk menikah dengan tunangannya.
Disinilah fungsi janji adat tadi, seperti kata adat mengatakan “ngekeh
kerbau dengan kulit, ngekeh manusia dengan Ninik Mamak Depati
Panghulu”
maksudnya, kalau janji kedua calon mempelai saat pertunangan itu disahkan oleh
Teganai kedua belah pihak. Biasanya dalam pertunangan itu diadakan sanksi bagi
kedua calon mempelai apabila :
(1) Calon mempelai baik
laki-laki maupun yang wanita ingkar janji/menolak pinangan yang telah
disepakati akan didenda sebanyak 4 (empat) kayu kain besar, atau
diuangkan Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) atau sesuai dengan kesepakatan
teganai kedua belah pihak saat pertunangan;
(2) Calon mempelai baik
laki-laki maupun yang wanita ingkar janji/menolak pinangan yang telah
disepakati disaat hari H, atau gulai telah masak, maka dendanya Rp. 25.000.000
(dua puluh lima juta rupiah) atau sesuai janji kedua teganai tersebut.
4.
PERNIKAHAN
(1) Walimatul
‘Urus/syukuran/barlek
Barlek
biasanya dilakukan dirumah keluarga wanita, namun sekarang telah banyak
perubahan, dirumah keluarga laki-laki juga diadakan barlek. Syukuran/barlek
bisa diadakan setelah Ijab Qabul, atau sesuai dengan kehendak orangtua kedua
mempelai. Sebelum acara barlek dilaksanakan, orangtua mempelai menyirih teganai bahwa mereka mau melaksanakan barlek.
Lalu setelah hidangan disediakan dan para tamu sudah berkumpul, maka orangtua
mempelai perempuan mengeluarkan beras satu piring beserta sirih sebuku dan
rokok 2 bungkus didalamnya. Kemudian diserahkan kepada Teganai mempelai
laki-laki untuk menyampaikan maksud secara adat (parno adat) penyerahan urang
semendo dari pihak mempelai laki-laki kepada keluarga besar mempelai perempuan.
Lalu dibacakan do’a selamat atas pernikahan mereka. Malam harinya akan diadakan
penjemputan pengantin laki-laki/ balahak yang diiringi dengan lagu Indonesia
Aman. Sedangkan, dalam barlek tersebut boleh memakai hiburan seperti Organ
Tunggal, Seruling Bambu, dan lain sebagainya, kemudian para ibu-ibu akan datang
berkenjung “nganta breh” yaitu
dengan membawa beras dua teko dan sebuah kado pernikahan, sementara pihak tuan
rumah akan mengisi piring ibu-ibu tersebut dengan makanan ringan ala kadarnya
atau gulai. Biasanya kejadian ini diwilayah Siulak akan memakan waktu sampai
seminggu, karena tidak mutlak ibu-ibu tetangga akan datang tepat waktu barlek.
(2) Kedudukan Uhang Simendo
Uhang
simendo ialah suami dari Anak Batino kita. Setelah pernikahan, menurut adat di
Kerinci, laki-laki pulang kerumah keluarga besar pihak perempuan (meskipun
setelah menikah suami dapat membawa isterinya keluar dari kampungnya/Simendo
Surut/ meran tau kedaerah lain). Disini Uhang Simendo tidak
boleh melampaui batas orang adat (Teganai Ninik Mamak Depati Panghulu) keluarga
besar isterinya. Meskipun, tingkat pendidikan uhang simendo cukup tinggi,
Jabatannya dikantor cukup tinggi, namun ketika berbaur dengan lingkungannya
kembali kedudukannya tetap dibawah para teganai isterinya. Ia harus bisa
menghargai para Teganai dan berlakulah undang-undang Simendo (silahkan buka
buku Dasar-Dasar Adat tigo Luhah Tanah sekudung Siulak). Ketika uhang simendo
(suami) menghadapi suatu masalah, maka ia boleh mengadu kepada Teganai
isterinya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Namun tidak semua uhang simendo
tetap dibawah tekanan para teganai, istilah adat mengatakan “Uhang simendo,
kalu cdik punyuwab kato ngan tibo, kalu paningka panyambut gayung ngan datang,
kalu baremeh panudung malu”. Artinya kalau uhang simendo itu berilmu maka
akan dijadikan tempat bertanya, meminta pendapat dan lain sebagainya, jika memiliki
harta yang banyak akan disegani oleh keluarga lain, atau tempat sanak keluarga
meminjam.
(3) Kehamilan
Dalam
keadaan hamil, para wanita ditanah Siulak pada khususnya mendapat larangan dan
pantangan dari para orang tua-tua terdahulu, seperti tidak boleh bergunjing,
mencaci maki, menghina, mengumpat tetapi harus memperbanyak membaca Al-qur’an.
Tidak boleh kesungai waktu tengah hari, sore menjelang maghrib, tidak boleh
berjalan malam, tidak boleh kehutan karena akan diikuti oleh Iblis dan harimau.
Suaminya juga tidak diperkenankan membunuh binatang yang tidak berdosa,
memancing, tidak boleh memandikan orang mati, menggali kuburan, dan lain
sebagainya.