Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak terbentang di utara Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Solok Selatan Provinsi Sumbar di kaki gunung Kerinci, sebelah selatan berbatas dengan Kecamatan Air Hangat Kabupaten Kerinci.
Awal mulanya, Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak (baca Siulak) adalah
perkembangan dari tiga Suku/Klan yang didalam sistim adat Kerinci disebut Luhah
yaitu Luhah Rajo Simpan Bumi di Siulak Gedang, Luhah Depati Intan di Siulak
Mukai, dan Luhah Depati Mangkubumi di Siulak Panjang.
Adat di Kabupaten Kerinci dikenal dengan sebutan Depati Empat Uhang
Selapan Helai Kain, namun Siulak merupakan wilayah adat otonomi “Anjungan lain, tapian lain, Adat Dewek
Pusako Mencin” yang mempunyai beragam kebudayaan yang tidak ada di wilayah
Depati Empat Uhang Selapan Helai Kain dalam Kabupaten Kerinci seperti Panyanda
dan lain-lain.
Dalam tulisan ini, akan kita coba untuk menjabarkan Kewajiban Orang Tua
Terhadap Anak yang berlaku di tanah Siulak Kabupaten Kerinci.
Adapun kewajiban tersebut mencakup 5 hal bagi anak laki-laki, dan 6 hal
bagi anak perempuan.[1]
1.
Kewajiban orangtua terhadap Anak laki-laki di
tanah Siulak yaitu :
(1)
Turun mandi kesungai;
(2)
Aqiqah dua ekor kambing;
(3)
Sunat Rasul/Khitan;
(4)
Melepas pendidikan;
(5)
Melepas nikah/kawin.
2.
Kewajiban orangtua terhadap Anak Perempuan di
tanah Siulak yaitu :
(1)
Turun mandi kesungai;
(2)
Aqiqah satu ekor kambing;
(3)
Tindik masung pabung;
(4)
Sunat Rasul/Khitan;
(5)
Melepas pendidikan;
(6)
Melepas nikah/kawin.
Adapun rentetan
pelaksanaannya akan kita uraikan didalam pembahasan artikel ini.
A. TURUN MANDI KE SUNGAI
Sekitar tahun 1980-han kebawah, masyarakat Siulak
masih kuat memegang adat istiadat yang berlaku diwilayahnya. Seperti kegiatan
Palaho, tari Asyik, Ratib Saman, gotong royong, dan lain sebagainya. Pun
demikian, tatkala seorang anak baru dilahirkan, maka beberapa larang pantang
tidak boleh dilanggar seperti Sang Ibu tidak boleh turun kehalaman ditengah
hari, disore hari, apalagi dimalam hari. Demikian juga hal makanan, tidak boleh
memakan buah-buahan tertentu, tidak boleh duduk didepan pintu rumah, dan lain sebagainya.
Jika larang pantang tersebut dilanggar maka sering Ibu-ibu yang sudah
melahirkan tersebut “Kno Mayo”/ “Mayo
Naek” (sakit kepala yang berlebihan, kesurupan, atau seperti orang gila).
Bila Kno Mayo/ Mayo Naek, maka acapkali sang ibu sakit berkepanjangan dan sulit
sembuh, bahkan berujung kematian.
Demikian pula sang bayi, sebelum acara turun mandi
kesungai, ia tidak dibolehkan dibawa turun rumah ataupun dibawa bermain kesana
kemari, apabila hal tersebut dilanggar, maka ditakutkan sang anak “Kno Sapo”(ditegur oleh arwah orang yang
telah meninggal dunia, digoda oleh Jin dan Syaithan). Salah satu tanda sang
bayi Kno sapo ialah ketika sore hari atau tengah hari atau dimalam hari ia
menangis dan rewel, namun saat sang “Dukun” memberikan obatnya “Tawa Sapo” baru
sang bayi berhenti rewel.
Adapun tahapan turun mandi kesungai bagi anak ialah :
1.
Manggin Magih Tau dan Mulang Kjo (memberi tahu
dan memohon bantuan pesta);
Dalam istilah adat
Kerinci untuk mengadakan suatu pesta ialah “Kjo
kcik magih tau, Kjo gdang bapulang” yaitu kalau mau melaksanakan pesta
kecil-kecilan harus memberi tahu isi negeri dan untuk pesta besar yaitu
dipulangkan kepada keluarga besar dan isi negeri. Adapun untuk acara manggin
magih tau / mulang kjo ialah :
1)
Persiapan Manggin, terdiri dari undangan berupa
selembar daun sirih dan sebuah pinang muda dibungkus dalam daun pisang sebanyak
mungkin, kemudian untuk menyambut para undangan disediakan “palaluk kawo” yaitu makanan ringan atau snack yang terdiri dari
nasi ketan, pisang goreng, pisang masak, air kahwa (air the daun kopi), dan
rokok. Serta dengan menyiapkan “Sirih
Sabuku” alat sirih lengkap diletakkan diatas beras dalam piring/cerano.
2)
Peserta Undangan Manggin, Depati, Ninik Mamak,
Anak Jantan, dan Suluh Bindang dalam Nagari orang ini disebut “Teganai”. Disamping itu warga
masyarakat dan para tetangga juga harus diberi undangan. Tidak dibolehkan orang
laki-laki memberikan sirih kepada para teganai dan kaum laki-laki, melainkan
untuk mengedarkan undangan tersebut dilakukan oleh nak perempuan dalam adat
Kerinci disebut “Anak Batino”.
3)
“Sirih
Sabuku” yaitu seikat sirih lengkap diletakkan diatas piring/cerano yang
berisi beras, setelah undangan menikmati hidangan, baru sirih sabuku
dikeluarkan diletakkan diatas tikar pandan/sajaddah menghadap teganai untuk
menyempurnakan hajat.
4)
Ayah dari sang anak yang akan dibawa turun mandi
kesungai menyampaikan maksudnya kepada teganai, kemudian teganai yang akan
menyampaikan hajat sepangkalan kepada para undangan lainnya. Jika pesta yang
diadakan pesta kecil, maka cukup sekedar memberi tahu. Namun jika aka
melaksanakan pesta besar dan memotong kaki empat (sapi/kambing), maka pesta
dipulangkan kepada negeri. Para teganai akan mengajun/mengarahkan anak jantan
untuk bergotong royong baik mencari kayu bakar, mencari buah nangka, menjemput
daun pisang, dan memasak.
2.
Acara Mandi Kesungai
Biasanya, anak
yang akan dibawa turun mandi kesungai saat ia berumur dua bulan atau lebih.
Dimana ketika berumur dua bulan tersebut sang bayi telah kuat dan digendong
tidak apa-apa. Adapun langkah dalam persiapan turun mandi kesungai ini ialah :
1)
Baliyan Salih, yaitu seorang perempuan yang
memakai Shalih (jabatan untuk cenayang/tabib) yang dicari oleh keluarga untuk
melakukan ritual turun mandi kesungai;
2)
Peralatan yang dibutuhkan biasanya tergantung
petunjuk Baliyan Shalih, karena lain orang lain pula persyaratannya. Biasanya
berupa limau purut, limau kapas, limau kunci, limau padang, dan aneka
bunga-bungaan yang dibutuhkan untuk ritual turun mandi.
3)
Setelah melakukan ritual adat dan kebudayaan,
maka sang Baliyan beserta rombongan berarak beriringan menuju sungai untuk
memandikan sang bayi yang digendong oleh saudari perempuan ayahnya
(datung/bibi) dan dipayungi. Namun dizaman kekinian bayi cukup dimandikan
dirumah.
4)
Setelah dimandikan, si bayi digendong dan
berarak keliling kampung seraya dilantunkan shalawat kepada Rasulullah saw.
5)
Setiba dirumah diadakan acara pemotongan rambut
dan anak di do’akan bersama seraya diadakan acara syukuran.
Acara turun mandi
kesungai ini telah mengalami banyak perubahan dan seiring perkembangan zaman
maka banyak hal telah berobah, namun demikian turun mandi kesuingai ini
bertujuan untuk memberi tahu kepada keluarga besar, masyarakat banyak bahwa
anggota keluarga telah bertambah dan diberi nama. Kemudian juga sebagai simbol
pemberitahuan kepada makhluk gaib bahwa sang anak telah dibawa turun mandi
kesungai sehingga tidak boleh di “sapo”.
Setelah acara
turun mandi kesungai sang bayi baru boleh dibawa kepasar yang ramai, kehutan
yang sunyi, kebukit yang tinggi, kelembah yang sepi. Atau untuk dibawa
kemana-mana sesuai pekerjaan ayah ibundanya, sehingga tidak adalagi rasa
was-was dihati orang tuanya.
B. MELAKSANAKAN AQIQAH
Didalam agama Islam, Aqiqah ialah binatang yang
disembelih pada hari mncukur rambut anak yang baru dilahirkan. Disunatkan
mencukur rambut anak laki-laki maupun perempuan pada hari ketujuh dari hari
lahirnya, setelah Aqiqah disembelih.[2]
Aqiqah hukumnya sunat. Asal sunat menyembelih aqiqah itu sesuai dengan hadits
Aisyah dan Samurah, katanya : “Bahwasanya Rasulullah saw bersabda : “Tiap-tiap
anak itu tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih untuk dia ketika hari
ketujuh, dan dicukur, lalu diberi nama”. (HR. Ahmad dan di sahkan oleh
Turmudzi).
Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak mayoritas beragama
Islam, sehingga semboyan yang berlaku disini ialah “Adat bersendi syara’, dan syara’ bersendi kitabullah”. Adapun
kewajiban orangtua terhadap anaknya yang kedua setelah yang pertama membawa
turun mandi kesungai ialah aqiqah. Namun sering kali masyarakat melaksanakan
aqiqah setali dengan turun mandi kesungai, sehingga acara pestanya tidak
berulangkali yang dalam seloka adat dikatakan : “sekali ke indropuro, duo tigo muaro sakai, sakali mukak puro duo tigo
hutang selesai” (sekali ke Indrapura, dua tiga ke Muara Sakai, sekali
membuka tabungan dua tiga hutang selesai).
Tatacara pelaksanaan aqiqah ini sesuai dengan tuntunan
fiqih Islam. Karena aqiqah ini merupakan perintah dan anjuran agama, maka yang
berkompenten disini ialah para pemuka agama. Adapun sebelum pelaksanaannya
seperti waktu “magih tau” maka sang
ayah menyampaikannya kepada Ninik Mamak/Depati tentang maksudnya. Dan setelah
penyampaian hajat secara adat oleh Ninik Mamak, maka akan di berikan sirih
kepada Imam Khatib (petugas agama desa) untuk menyembelih/memotong hewan aqiqah
pada hari yang telah ditentukan.
Pada waktu acara pemotongan hewan aqiqah ini biasanya
akan dibantu oleh “Anak Jantan Teganai Rumah, Hulubalang Tabin Nagari, dan
disaksikan oleh Depati Ninik Mamak”. Setelah dimasak, baru diadakan acara
mendo’a/syukuran yang biasanya setali dalam acara mendo’a turun mandi kesungai.
C. SUNAT RASUL/KHITANAN
Untuk anak
perempuan biasanya dilakukan khitanan ketika baru saja dilahirkan atau ketika
turun mandi kesungai dan tidak diadakan acara/pesta syukurannya. Namun untuk
anak laki-laki biasanya dilakukan khitanan saat berumur delapan/sepuluh tahun.
Yang mana disaat umur ini anak sudah dianggap mulai remaja dan mengerti.
Tatacaranya ialah, untuk zaman dahulu pelaksananya adalah petugas keagamaan
dengan cara setelah subuh sianak disuruh berendam didalam sungai agar daging
penisnya lembut dan mudah dipotong dengan pisau yang sangat tajam. Dan setelah
pemotongan maka akan diobati dengan dedaunan dan dibalut. Serta diadakan acara “Pampeh”yaitu penyemburan beras yang
dikunyah oleh “Pumisan” (anak
paman/datung) ke penis yang luka tersebut agar cepat sembuh.
Seiring kemajuan
zaman, maka para tenaga medis mempunyai peranan yang efisien dalam rangka
melaksanakan acara khitan/sunat rasul ini sehingga sang anak tidak terlalu
mengalami rasa sakit dan kecepatan sembuh juga sudah bagus.
Sunat, khitan adalah tindakan memotong atau
menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari penis.[3]
Berkhitan
adalah sunnah yang telah ada sejak lama sekali, sebagaimana hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ibrahim berkhitan setelah
mencapai usia 80 tahun, dan beliau berkhitan dengan Al Qodum.” (HR. Bukhari,
inilah lafadz yang terdapat dalam Shahih Bukhari yang berbeda dalam kitab Fiqh
Sunnah).
Syaikh Sayid Sabiq mengatakan
bahwa yang dimaksud dengan Al Qodum di
sini adalah alat untuk memotong kayu (kampak) atau suatu nama daerah di Syam.
(Lihat Fiqh Sunnah, 1/37)
Hukum khitan Ada 3 pendapat dalam
hal ini :
a. Wajib bagi laki-laki dan
perempuan
b. Sunnah (dianjurkan) bagi
laki-laki dan perempuan
c. Wajib bagi laki-laki dan
sunnah bagi perempuan (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, I /98)
Wajibnya khitan bagi laki-laki
Dalil yang menunjukkan tentang wajibnya khitan bagi laki-laki
adalah :
1. Hal ini merupakan ajaran
dari Nabi terdahulu yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan kita diperintahkan
untuk mengikutinya.
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang
artinya,“Ibrahim -Al Kholil- berkhitan setelah mencapai usia 80 tahun, dan
beliau berkhitan dengan kampak.” (HR. Bukhari)
Allah Ta’ala berfirman,
“Kemudian kami wahyukan
kepadamu (Muhammad): Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif dan bukanlah dia
termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (An Nahl : 123)
2. Nabi memerintah laki-laki
yang baru masuk Islam dengan sabdanya,”
Hilangkanlah rambut kekafiran yang ada padamu dan berkhitanlah.”
(HR. Abu Daud dan Baihaqi, dan dihasankan oleh Al Albani). Hal ini menunjukkan
bahwa khitan adalah wajib.
3. Khitan merupakan pembeda
antara kaum muslim dan Nashrani. Sampai-sampai tatkala di medan pertempuran umat
Islam mengenal orang-orang muslim yang terbunuh dengan khitan. Kaum muslimin,
bangsa Arab sebelum Islam, dan kaum Yahudi dikhitan, sedangkan kaum nashrani
tidak demikian. Karena khitan sebagai pembeda, maka perkara ini adalah wajib.
4. Menghilangkan sesuatu dari
tubuh tidaklah diperbolehkan. Dan baru diperbolehkan tatkala perkara itu adalah
wajib. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, I /99 dan Asy Syarhul Mumthi’, I/110)[4]
Udah jadi
kebiasaan penduduk Siulak apabila acara sunat rasul/khitanan ini diadakan pesta
dengan rentetan acaranya seperti :
1.
Manggin, magih tau/mulang kjo;
2.
Pesta/ acara mendo’a syukuran;
3.
Tamu yang datang biasanya memberikan si anak
yang sudah dikhitan hadiah, baik berupa uang, maupun kado lainnya.
D. TINDIK PABUNG
Tindik pabung ini
hanya untuk anak perempuan, yaitu penindikkan telinga untuk pemasangan subang.
Dikatakan tindik pabung yaitu pada zaman dahulu kala, barang mewah subang hanya
dimiliki oleh kaum masyarakat kaya, sementara untuk pribumi yang miskin, hanya
memakai pabung yang diwarnai dan diberi benang, ijuk, maupun sabut kelapa.[5]
Pabung ialah
sejenis tumbuhan yang memiliki hati/isi didalamnya seperti yang terdapat pada
tumbuhan ubi kayu berupa gabus yang lembut mudah dipotong/diiris seperti
kentang, dan diberi gincu sesuai wara yang diinginkan. Lalu diberi benang untuk
dipakaikan sebagai subang pada anak perempuan.
E. MELEPAS PENDIDIKAN
Pendidikan seorang
anak memang menjadi tanggung jawab orangtuanya, bahkan pemerintahpun telah
mencanangkan wajib belajar bagi anak-anak agar mampu membaca dan menulis serta
bebas buta aksara. Pendidikan bagi seorang anak ditanah Siulak sangat penting,
terutama untuk menyekolahkan anak mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD),
Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Sekolah Menengah tingkat Atas (SMA) maupun Sekolah Tinggi. Disamping pendidikan
formal, pendidikan ekstrakurikuler seperti menuntut ilmu agama, kursus, dan
lain sebagainya juga salah satu kewajiban orangtua agar anaknya menjadi anak
yang berilmu pengetahuan dan berilmu agama yang baik.
Dizaman dahulu
kala, ditanah Siulak apabila seorang anak yang sedang menuntut ilmu/sekolah,
dan orangtuanya tidak mempunyai biaya, maka Depati Ninik Mamak akan diajak
berunding, mungkin ada harta warisan berupa “harta
tinggi” (yaitu harta nenek moyang yang diwarisi turun temurun) bisa
digadaikan atau dipinjam bahkan dijual untuk mengatasi biaya sekolah tersebut.[6]
Seorang ayah dan
seorang ibu di tanah Siulak, dari semenjak anak mereka masih bayi, sudah
direncanakan untuk mencari biaya pendidikan anak-anak mereka, seperti
menyiapkan tanaman kayu manis (cassiavera) sekian hektar dengan niat apabila
anak-anak mereka sekolah nanti ada tabungan hidup yang bisa dijual, atau
menabung uang/emas untuk keperluan anak-anak tersebut.
F. MELEPAS NIKAH KAWIN
Setelah empat/lima
kewajiban diatas terpenuhi, maka seorang anak akan membutuhkan rumah tangga
sendiri untuk mengembangkan keturunannya dan belajar hidup mandiri. Maka,
apabila jodoh sudah ditemukan baik dengan cara “bakasie” (pacaran), maupun perjodohan antara orangtua, disinilah
tugas dan kewajiban yang formalitas menurut sepanjang adat selesai
dilaksanakan.
Namun pada
hakikatnya, kasih sayang orangtua terhadap anaknya tidak pernah habis atau
selesai. Bahkan disaat seorang ayah/ibu dalam keadaan menderita, baik berupa
sakit, atau hidup melarat, seorang anak yang sudah menikah pun wajib mengurus
orangtuanya. Dan sebaliknya, jika sang anak yang sudah berkeluarga hidup
menderita, maka kewajiban ayah/ibunya dan sanak keluarga masih harus rela
membantunya.
Adapun rentetan
peristiwa dalam nikah kawi ditanah Siulak ialah :
1)
Batuik (bertanya)
Dalam acara batuik ini
dilakukan setelah anak setuju untuk menikah, maka kedua orangtuanya akan
bertemu untuk membicarakanmaksud kedua anak mereka untuk menempuh hidup baru
berumah tangga. Dan setelah didapati kata sepakat, maka akan dilanjutkan
dengan;
2)
Batunang (pertunangan)
Masing-masing pihak “menyihih”
(mengundang) Depati Ninik Mamak dan Teganai mereka masing-masing untuk datang
kerumah calon mempelai wanita dalam acara “batuneng”
(bertunangan). Sesampai dirumah calo mempelai wanita, setelah dijamu dengan
makanan ringan, maka Ninik Mamak akan megajun megarahkan tentang maksud kedua
calon pengantin yang akan menikah. Setelah dapat kata mufakat, maka akan di “pancangkan” (bertutur kata-kata adat)
oleh Ninik Mamak pihak laki-laki kepada Ninik Mamak Pihak Perempuan dengan alat
yang diletakkan yaitu berupa “sihih
sabuku” dan “Cihi” (barang yang
dijadikan untuk pertunanga seperti Keris Pusaka, Cincin Emas, minimal kain
milik calon pengantin).
Didalam acara pertunangan ini sesuai dengan seloka adat “Ngekeh kbau dingan talinyo, ngekeh manusio
dingan ninik mamak pati pangulu” (mengikat kerbau dengan talinya, sedangkan
mengikat manusia dengan teganainya). Maka disini dibicarakan tentang
hukum/sanksi apabila setelah pertunangan diadakan, calon pengantin laki-laki
tidak jadi menikah/menemukan calon yang lain maka akan di denda sepanjang hukum
adat, dan sebaliknya jika calon pengantin perempuan seperti itu juga akan
dikenakan sanksi.
Namun demikian, apabila kedua calon pengantin sepakat untuk
tidak melangsungkan pernikahan atas kehendak mereka berdua, diadakan duduk
teganai maka sanksi ditiadakan atau boleh jadi keduanya membayar uang malu
teganai sesuai dengan kesepakatan adat.
Cihi akan dikembalikan kepada teganai setelah Ijab-Qabul
dilaksanakan.
3)
Nikah
Setelah jatuh ijab dan qabul, maka anak laki-laki kita sudah
berubah status menjadi “uhang simendo”
(orang semenda) untuk Luhah/Kalbu dari isterinya. Karena Kerinci menganut
sistim matrilinial, maka suaminya untuk sementara waktu tinggal dirumah
keluarga pihak perempuan menjelang mereka menentukan/membangun rumah mereka
sendiri.
Status suami didalam keluarga besar isterinya tetap menjadi
Uhang Simendo, walaupun ia berpangkat tinggi di kantor, hartanya banyak, ia
tidak boleh melewati/ melangkahi kebijakan Teganai, karena statusnya sebagai
anak batino.
Dalam hal tugas dan kewajiban sepanjang adat ditanah Siulak,
kewajiban terakhir yang paling penting bagi orangtuanya adalah melepaskan
anaknya menuju kehidupan yang baru yaitu berumah tangga. Maka terlepaslah beban
orangtuanya, karena sang anak telah memiliki tanggung jawab yang baru.
G. UHANG SIMENDO DITANAH SIULAK:
Uhang Simendo
yaitu seorang laki-laki yang menikah dengan seorang perempuan, maka suaminya
disebut uhang simendo oleh keluarga besar isterinya. Karena dia tinggal
dilingkungan keluarga besar isterinya, maka jenis uhang simedo itu ada pula
macamnya :
ü Pertama semendo
Gajah Gedang
ü Kedua semendo
Kucing Kuruh
ü Ketiga Semendo
Langau Hijau
ü Keempat Semendo
Kacang Miang
1.
Semendo Gajah Gedang
Aso gedang nak manando, ngato
ka jangat lebih liat, ngatokah tulang lebih gedang : - Makan adat dingan pasko,
- Makan cupak dingan gantang. Nak tinggi pado pucuk, nak gedang pado batang,
nak lalam dari urat tunggan, nak nampung tekap panghulu, nak nipak batin
dibalai, licak deh mahligo guling.
Seperti parapatah adat
mengatokan : Tuan datuk kasungai ulak, singgah buranti dipinang awan, awak
gepuk mambuang lemak, awak cerdik mambuang kawan, itulah semendo gajah gedang.[7]
“Terasa besar apapun akan dilanda, mengatakan bahwa
kulitnya lebih liat, mengatakan bahwa tulangnya lebih besar:-Memakan Adat dan
Pusaka, - Memakan cupak dengan gantang. Maunya menang sendiri melampaui pucuk,
ingin besar daripada batang, ingin lebih dalam dari urat nadi, ingin menampung
keluh kesah penghulu, ingin membuang petugas pemerintahan di pasar, rasa-rasa
sanggup menghancurkan pemerintahan”.
“Seperti seloka adat mengatakan : Tuan datuk kesungai
ulak, singgah berhenti di Pinang Awan, diri gemuk membuang lemak, diri pandai
membuang kawan, itulah semenda Gajah Gedang”.
Artinya, orang semenda yang merasa lebih baik dari
orang sekitarnya bahkan lebih pandai dari orang sekampung. Bisa jadi karena
pangkatnya tinggi, karena ia seorang jagoan, ia tidak mau mengerti dngan
lingkungan sekitar.
2.
Semendo Kucing Kurus :
Cinak semut dalam
buah aro, idak tau siang dingan malam, idak tau ili ngan mudik idak tau sanak
famili, idak tau sanak saudaro. Lah semak jalan kabalai, lah kelam jalan
ketapian, lah terang jalan kalapu, ado lang lah ado sawai, pado batino susah
payah bialah badan ndam karam, matilah ayam matilah tunggan.
Seperti parapatah adat mengatokan
:
Karimbo katalang jauh, salimpat
didalam padi, kalu kito semendo jauh, kuat-kuat duduk ngan kanti. Itu dikatokan
semendo kucing kuruh.[8]
“Seperti semut didalam buah Ara, tidak
tentu siang dan malam, tidak tahu selatan dan utara tidak tahu dengan sanak
famili, tidak tahu keluarga dan saudara. Sudah semak jalan ke pasar, sudah
gelap jalan ke tapian, sudah terang jalan ke dapur, dimana ada burung elang disitu
ada burung Sawai, daripada isteri bersusah payah, biarlah badan tenggelam, mati
ayam mati sendirian”.
Seperti pepatah adat mengatakan :
“Kerimba ketalang jauh, rumput salipat
didalam padi, kalau kita semenda jauh,
sering-seringlah duduk dengan kawan. Itu yang dikatakan semenda kucing kurus”.
Artinya, semenda kucing kurus ini ialah
setelah menikah selain bekerja ia hanya dirumah saja, tidak pernah bergaul
dengan orang-orang sekitar, bahkan ia juga lebih senang mengurus dapur bersama
isterinya dirumah.
3.
Semendo Langau Hijau :
“Terbang ilie ngan
mudik, terbang kiun kamain, kabawah malam balik malam idak tahu badan payah
cari bungo sedang kembang, suko main dingan perempuan uhang.
Seperti parapatah adat mengatokan, Tuan Petik pai manimbak, kasungai manimbak getah,
adat idak agamo idak, manen parangai mbuh barubah. Itulah dikatokan semendo
langau hijau”.
“Terbang hilir mudik, terbang kesana
kemari, turun dimalam hari pulang ditengah malam tidak merasa badan payah namun
terus mecari bunga sedang kembang, senang main perempuan dan selingkuh dengan
isteri orang lain. Seperti pepatah adat mengatakan : Tuan Petik pergi menembak,
kesungai menembak getah, adat tidak agamapun tidak, bagaimana perangai akan
berubah. Itulah yang dikatakan semenda langau hijau”.
Artinya : langau ialah jenis lalat besar
yang mendengung, sukanya terbang kesana kemari, senang hinggap di bunga yang
sedang mekar, bahkan dikotoranpun ia mau hinggap juga. Lelaki seperti ini diibaratkan urang semenda langau
hijau, hobi main perempuan.
4.
Semendo Kacang Miang
Kayu gedang tengah
Nagari, daunnyo rimbun ambikan tudung, tapi tudung mao ka basah, dahannyo
panjang ambikka tungkat, tapi tungkat mao rebah. Banenyo tinggi tempat bajuntai, tapi tinggi
tempat jatuh, Tasinggung kno behnyo, tagisi kno miyengnyo, urang arif
bijaksana, urang cdik cendekiawan. Cerdik kacang nak menilit, cerdik jering nak
barisi, keling ladeh palito kubang, pijak pilin padang nak lepeh, ngerjokan
umbuk dingan umbai.
Umbuk umbai urang
batang hari, Bujuk jambi tipu palembang, Tibo dipapan nak berentak, Tibo didaun
nak siginjek, Tibo diperut nak dikimpih, Tibo dimato nak dipicing. Seperti
parapatah adat ngatokan :
Kacang pait duo
sirangkai,
Ditanam diateh
kuto,
Cerdik plit jangan
dipakai,
Seumur hidup urang
dak pacayo.
Itulah dikatokan
Semendo Kacang Miang.
“Kayu besar ditengah dusun, daunnya rimbun
jadikan topi, tetapi topi yang membuat basah, dahannya panjang jadikan tongkat,
namun tongkat membawa rebah. Dahannya
tinggi tempat duduk berjuntai, tetapi tinggi membuat jatuh, tersinggung kena
air yang melat didaunnya, bergeser karena bisa gatalnya, orang yang arif
bijaksana, orang cerdik pandai. Cerdik seperti kacang melilit, cerdik jengkol
ingin berisi, orang yang berkelit diujung lidah, membujuk dan pandai merayu”.
Artinya : orang semenda yang selalu
membuat kericuhan, mengadu domba, dan senantiasa merugikan orang-orang yang
brdekatan dengannya.
Kebalikan dari Jenis Semendo diatas ada empat :
Ø Pertama Semendo
Lantak Balarik
Ø Kedua Semendo
Tanggo Rapek
Ø Ketiga Samendo
Ayam Gedang
Ø Keempat Semendo
Ninek Mamak
1. Semendo Lantak Balarik :
Yaitu seumpama tiang pagar yang dipasang
berderetan, ia Tidak tahu dengan orang desa, tidak mau tahu dengan tetangga
kiri kanan, yang dia tahu hanya keluarga kecil isterinya.
2. Semendo Tanggo Rapek:
Tanggo rapek ialah “Tangga Rapat” orang
semendo seperti ini suka bergaul, baik dengan anak-anak, pemuda, orang tua,
laki-laki perempuan, semua orang senang bergaul dengannya.
3. Semendo Ayam Gedang ;
Ekornya panjang mahkotanya agung,
senantiasa berkokok nyaring hilir mudik, berbicara kesana kemari. Senantiasa
membanggakan dirinya, keluar daerah balik hari, keluar daerah seperti mengusap
wajah, jagoan namun pengecut, anga-angan sebesar gunung namun tangan tak
sampai. Orang seperti ini senantiasa berbicara kosong itu yang disebut simendo
Ayam Gedang.
4. Semendo Ninek Mamak :
Orang semendo ninik mamak ini diibaratkan
Kayu besar didalam desa, daunnya rimbun tempat orang berteduh, batangnya besar
tempat orang bersandar, dahannya tinggi tempat orang duduk berjuntai, orang
cerdik pandai, arif bijaksana mengerti dengan adat dan pusaka, mengerti hukum
agama, mengerti akan dahan yang akan menimpa, mengerti sebelum ranting yang
akan merintang jalan, paham akan kiasan kata sampai, ketika ia membangun rumah
dipinggiran jalan : tempat musafir numpang singgah, tempat orang haus meminta
air, tempat orang lapar meminta nasi, tempat orang mengadukan keluh dan kesah,
tutur sapanya tak pernah mengadu domba, melainkan senantiasa memberi arahan
untuk kemajuan bersama. Orang seperti ini
yang sangat dirindukan oleh seorang mertua dan keluarga di tanah Siulak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar