Kamis, 17 Februari 2022

KEWAJIBAN ORANG TUA TERHADAP ANAK DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT TIGO LUHAH TANAH SEKUDUNG SIULAK

                                                              Disusun Oleh : Zarmoni

Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak terbentang di utara Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Solok Selatan Provinsi Sumbar di kaki gunung Kerinci, sebelah selatan berbatas dengan Kecamatan Air Hangat Kabupaten Kerinci.

Awal mulanya, Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak (baca Siulak) adalah perkembangan dari tiga Suku/Klan yang didalam sistim adat Kerinci disebut Luhah yaitu Luhah Rajo Simpan Bumi di Siulak Gedang, Luhah Depati Intan di Siulak Mukai, dan Luhah Depati Mangkubumi di Siulak Panjang.

Adat di Kabupaten Kerinci dikenal dengan sebutan Depati Empat Uhang Selapan Helai Kain, namun Siulak merupakan wilayah adat otonomi “Anjungan lain, tapian lain, Adat Dewek Pusako Mencin” yang mempunyai beragam kebudayaan yang tidak ada di wilayah Depati Empat Uhang Selapan Helai Kain dalam Kabupaten Kerinci seperti Panyanda dan lain-lain.

Dalam tulisan ini, akan kita coba untuk menjabarkan Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak yang berlaku di tanah Siulak Kabupaten Kerinci.

Adapun kewajiban tersebut mencakup 5 hal bagi anak laki-laki, dan 6 hal bagi anak perempuan.[1]

1.      Kewajiban orangtua terhadap Anak laki-laki di tanah Siulak yaitu :

(1)   Turun mandi kesungai;

(2)   Aqiqah dua ekor kambing;

(3)   Sunat Rasul/Khitan;

(4)   Melepas pendidikan;

(5)   Melepas nikah/kawin.

2.      Kewajiban orangtua terhadap Anak Perempuan di tanah Siulak yaitu :

(1)   Turun mandi kesungai;

(2)   Aqiqah satu ekor kambing;

(3)   Tindik masung pabung;

(4)   Sunat Rasul/Khitan;

(5)   Melepas pendidikan;

(6)   Melepas nikah/kawin.

Adapun rentetan pelaksanaannya akan kita uraikan didalam pembahasan artikel ini.

A.    TURUN MANDI KE SUNGAI

Sekitar tahun 1980-han kebawah, masyarakat Siulak masih kuat memegang adat istiadat yang berlaku diwilayahnya. Seperti kegiatan Palaho, tari Asyik, Ratib Saman, gotong royong, dan lain sebagainya. Pun demikian, tatkala seorang anak baru dilahirkan, maka beberapa larang pantang tidak boleh dilanggar seperti Sang Ibu tidak boleh turun kehalaman ditengah hari, disore hari, apalagi dimalam hari. Demikian juga hal makanan, tidak boleh memakan buah-buahan tertentu, tidak boleh duduk didepan pintu rumah, dan lain sebagainya. Jika larang pantang tersebut dilanggar maka sering Ibu-ibu yang sudah melahirkan tersebut “Kno Mayo”/ “Mayo Naek” (sakit kepala yang berlebihan, kesurupan, atau seperti orang gila). Bila Kno Mayo/ Mayo Naek, maka acapkali sang ibu sakit berkepanjangan dan sulit sembuh, bahkan berujung kematian.

Demikian pula sang bayi, sebelum acara turun mandi kesungai, ia tidak dibolehkan dibawa turun rumah ataupun dibawa bermain kesana kemari, apabila hal tersebut dilanggar, maka ditakutkan sang anak “Kno Sapo”(ditegur oleh arwah orang yang telah meninggal dunia, digoda oleh Jin dan Syaithan). Salah satu tanda sang bayi Kno sapo ialah ketika sore hari atau tengah hari atau dimalam hari ia menangis dan rewel, namun saat sang “Dukun” memberikan obatnya “Tawa Sapo” baru sang bayi berhenti rewel.

Adapun tahapan turun mandi kesungai bagi anak ialah :

1.      Manggin Magih Tau dan Mulang Kjo (memberi tahu dan memohon bantuan pesta);

Dalam istilah adat Kerinci untuk mengadakan suatu pesta ialah “Kjo kcik magih tau, Kjo gdang bapulang” yaitu kalau mau melaksanakan pesta kecil-kecilan harus memberi tahu isi negeri dan untuk pesta besar yaitu dipulangkan kepada keluarga besar dan isi negeri. Adapun untuk acara manggin magih tau / mulang kjo ialah :

1)      Persiapan Manggin, terdiri dari undangan berupa selembar daun sirih dan sebuah pinang muda dibungkus dalam daun pisang sebanyak mungkin, kemudian untuk menyambut para undangan disediakan “palaluk kawo” yaitu makanan ringan atau snack yang terdiri dari nasi ketan, pisang goreng, pisang masak, air kahwa (air the daun kopi), dan rokok. Serta dengan menyiapkan “Sirih Sabuku” alat sirih lengkap diletakkan diatas beras dalam piring/cerano.

2)      Peserta Undangan Manggin, Depati, Ninik Mamak, Anak Jantan, dan Suluh Bindang dalam Nagari orang ini disebut “Teganai”. Disamping itu warga masyarakat dan para tetangga juga harus diberi undangan. Tidak dibolehkan orang laki-laki memberikan sirih kepada para teganai dan kaum laki-laki, melainkan untuk mengedarkan undangan tersebut dilakukan oleh nak perempuan dalam adat Kerinci disebut “Anak Batino”.

3)      “Sirih Sabuku” yaitu seikat sirih lengkap diletakkan diatas piring/cerano yang berisi beras, setelah undangan menikmati hidangan, baru sirih sabuku dikeluarkan diletakkan diatas tikar pandan/sajaddah menghadap teganai untuk menyempurnakan hajat.

4)      Ayah dari sang anak yang akan dibawa turun mandi kesungai menyampaikan maksudnya kepada teganai, kemudian teganai yang akan menyampaikan hajat sepangkalan kepada para undangan lainnya. Jika pesta yang diadakan pesta kecil, maka cukup sekedar memberi tahu. Namun jika aka melaksanakan pesta besar dan memotong kaki empat (sapi/kambing), maka pesta dipulangkan kepada negeri. Para teganai akan mengajun/mengarahkan anak jantan untuk bergotong royong baik mencari kayu bakar, mencari buah nangka, menjemput daun pisang, dan memasak.

2.      Acara Mandi Kesungai

Biasanya, anak yang akan dibawa turun mandi kesungai saat ia berumur dua bulan atau lebih. Dimana ketika berumur dua bulan tersebut sang bayi telah kuat dan digendong tidak apa-apa. Adapun langkah dalam persiapan turun mandi kesungai ini ialah :

1)      Baliyan Salih, yaitu seorang perempuan yang memakai Shalih (jabatan untuk cenayang/tabib) yang dicari oleh keluarga untuk melakukan ritual turun mandi kesungai;

2)      Peralatan yang dibutuhkan biasanya tergantung petunjuk Baliyan Shalih, karena lain orang lain pula persyaratannya. Biasanya berupa limau purut, limau kapas, limau kunci, limau padang, dan aneka bunga-bungaan yang dibutuhkan untuk ritual turun mandi.

3)      Setelah melakukan ritual adat dan kebudayaan, maka sang Baliyan beserta rombongan berarak beriringan menuju sungai untuk memandikan sang bayi yang digendong oleh saudari perempuan ayahnya (datung/bibi) dan dipayungi. Namun dizaman kekinian bayi cukup dimandikan dirumah.

4)      Setelah dimandikan, si bayi digendong dan berarak keliling kampung seraya dilantunkan shalawat kepada Rasulullah saw.

5)      Setiba dirumah diadakan acara pemotongan rambut dan anak di do’akan bersama seraya diadakan acara syukuran.

Acara turun mandi kesungai ini telah mengalami banyak perubahan dan seiring perkembangan zaman maka banyak hal telah berobah, namun demikian turun mandi kesuingai ini bertujuan untuk memberi tahu kepada keluarga besar, masyarakat banyak bahwa anggota keluarga telah bertambah dan diberi nama. Kemudian juga sebagai simbol pemberitahuan kepada makhluk gaib bahwa sang anak telah dibawa turun mandi kesungai sehingga tidak boleh di “sapo”.

Setelah acara turun mandi kesungai sang bayi baru boleh dibawa kepasar yang ramai, kehutan yang sunyi, kebukit yang tinggi, kelembah yang sepi. Atau untuk dibawa kemana-mana sesuai pekerjaan ayah ibundanya, sehingga tidak adalagi rasa was-was dihati orang tuanya.

B.     MELAKSANAKAN AQIQAH

Didalam agama Islam, Aqiqah ialah binatang yang disembelih pada hari mncukur rambut anak yang baru dilahirkan. Disunatkan mencukur rambut anak laki-laki maupun perempuan pada hari ketujuh dari hari lahirnya, setelah Aqiqah disembelih.[2] Aqiqah hukumnya sunat. Asal sunat menyembelih aqiqah itu sesuai dengan hadits Aisyah dan Samurah, katanya : “Bahwasanya Rasulullah saw bersabda : “Tiap-tiap anak itu tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih untuk dia ketika hari ketujuh, dan dicukur, lalu diberi nama”. (HR. Ahmad dan di sahkan oleh Turmudzi).

Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak mayoritas beragama Islam, sehingga semboyan yang berlaku disini ialah “Adat bersendi syara’, dan syara’ bersendi kitabullah”. Adapun kewajiban orangtua terhadap anaknya yang kedua setelah yang pertama membawa turun mandi kesungai ialah aqiqah. Namun sering kali masyarakat melaksanakan aqiqah setali dengan turun mandi kesungai, sehingga acara pestanya tidak berulangkali yang dalam seloka adat dikatakan : “sekali ke indropuro, duo tigo muaro sakai, sakali mukak puro duo tigo hutang selesai” (sekali ke Indrapura, dua tiga ke Muara Sakai, sekali membuka tabungan dua tiga hutang selesai).

Tatacara pelaksanaan aqiqah ini sesuai dengan tuntunan fiqih Islam. Karena aqiqah ini merupakan perintah dan anjuran agama, maka yang berkompenten disini ialah para pemuka agama. Adapun sebelum pelaksanaannya seperti waktu “magih tau” maka sang ayah menyampaikannya kepada Ninik Mamak/Depati tentang maksudnya. Dan setelah penyampaian hajat secara adat oleh Ninik Mamak, maka akan di berikan sirih kepada Imam Khatib (petugas agama desa) untuk menyembelih/memotong hewan aqiqah pada hari yang telah ditentukan.

Pada waktu acara pemotongan hewan aqiqah ini biasanya akan dibantu oleh “Anak Jantan Teganai Rumah, Hulubalang Tabin Nagari, dan disaksikan oleh Depati Ninik Mamak”. Setelah dimasak, baru diadakan acara mendo’a/syukuran yang biasanya setali dalam acara mendo’a turun mandi kesungai.

C.    SUNAT RASUL/KHITANAN

Untuk anak perempuan biasanya dilakukan khitanan ketika baru saja dilahirkan atau ketika turun mandi kesungai dan tidak diadakan acara/pesta syukurannya. Namun untuk anak laki-laki biasanya dilakukan khitanan saat berumur delapan/sepuluh tahun. Yang mana disaat umur ini anak sudah dianggap mulai remaja dan mengerti. Tatacaranya ialah, untuk zaman dahulu pelaksananya adalah petugas keagamaan dengan cara setelah subuh sianak disuruh berendam didalam sungai agar daging penisnya lembut dan mudah dipotong dengan pisau yang sangat tajam. Dan setelah pemotongan maka akan diobati dengan dedaunan dan dibalut. Serta diadakan acara “Pampeh”yaitu penyemburan beras yang dikunyah oleh “Pumisan” (anak paman/datung) ke penis yang luka tersebut agar cepat sembuh.

Seiring kemajuan zaman, maka para tenaga medis mempunyai peranan yang efisien dalam rangka melaksanakan acara khitan/sunat rasul ini sehingga sang anak tidak terlalu mengalami rasa sakit dan kecepatan sembuh juga sudah bagus.

Sunatkhitan adalah tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari penis.[3]

Berkhitan adalah sunnah yang telah ada sejak lama sekali, sebagaimana hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 “Ibrahim berkhitan setelah mencapai usia 80 tahun, dan beliau berkhitan dengan Al Qodum.” (HR. Bukhari, inilah lafadz yang terdapat dalam Shahih Bukhari yang berbeda dalam kitab Fiqh Sunnah).

Syaikh Sayid Sabiq mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Al Qodum di sini adalah alat untuk memotong kayu (kampak) atau suatu nama daerah di Syam. (Lihat Fiqh Sunnah, 1/37) 

Hukum khitan Ada 3 pendapat dalam hal ini :

a.       Wajib bagi laki-laki dan perempuan

b.      Sunnah (dianjurkan) bagi laki-laki dan perempuan

c.       Wajib bagi laki-laki dan sunnah bagi perempuan (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, I /98)

Wajibnya khitan bagi laki-laki

Dalil yang menunjukkan tentang wajibnya khitan bagi laki-laki adalah :

1.      Hal ini merupakan ajaran dari Nabi terdahulu yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan kita diperintahkan untuk mengikutinya.

Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,“Ibrahim -Al Kholil- berkhitan setelah mencapai usia 80 tahun, dan beliau berkhitan dengan kampak.” (HR. Bukhari)

Allah Ta’ala berfirman,

 “Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad): Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (An Nahl : 123)

2.      Nabi memerintah laki-laki yang baru masuk Islam dengan sabdanya,”

Hilangkanlah rambut kekafiran yang ada padamu dan berkhitanlah.” (HR. Abu Daud dan Baihaqi, dan dihasankan oleh Al Albani). Hal ini menunjukkan bahwa khitan adalah wajib.

3.      Khitan merupakan pembeda antara kaum muslim dan Nashrani. Sampai-sampai tatkala di medan pertempuran umat Islam mengenal orang-orang muslim yang terbunuh dengan khitan. Kaum muslimin, bangsa Arab sebelum Islam, dan kaum Yahudi dikhitan, sedangkan kaum nashrani tidak demikian. Karena khitan sebagai pembeda, maka perkara ini adalah wajib.

4.      Menghilangkan sesuatu dari tubuh tidaklah diperbolehkan. Dan baru diperbolehkan tatkala perkara itu adalah wajib. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, I /99 dan Asy Syarhul Mumthi’, I/110)[4]

Udah jadi kebiasaan penduduk Siulak apabila acara sunat rasul/khitanan ini diadakan pesta dengan rentetan acaranya seperti :

1.      Manggin, magih tau/mulang kjo;

2.      Pesta/ acara mendo’a syukuran;

3.      Tamu yang datang biasanya memberikan si anak yang sudah dikhitan hadiah, baik berupa uang, maupun kado lainnya.

D.    TINDIK PABUNG

Tindik pabung ini hanya untuk anak perempuan, yaitu penindikkan telinga untuk pemasangan subang. Dikatakan tindik pabung yaitu pada zaman dahulu kala, barang mewah subang hanya dimiliki oleh kaum masyarakat kaya, sementara untuk pribumi yang miskin, hanya memakai pabung yang diwarnai dan diberi benang, ijuk, maupun sabut kelapa.[5]

Pabung ialah sejenis tumbuhan yang memiliki hati/isi didalamnya seperti yang terdapat pada tumbuhan ubi kayu berupa gabus yang lembut mudah dipotong/diiris seperti kentang, dan diberi gincu sesuai wara yang diinginkan. Lalu diberi benang untuk dipakaikan sebagai subang pada anak perempuan.

E.     MELEPAS PENDIDIKAN

Pendidikan seorang anak memang menjadi tanggung jawab orangtuanya, bahkan pemerintahpun telah mencanangkan wajib belajar bagi anak-anak agar mampu membaca dan menulis serta bebas buta aksara. Pendidikan bagi seorang anak ditanah Siulak sangat penting, terutama untuk menyekolahkan anak mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Sekolah Menengah tingkat Atas (SMA) maupun Sekolah Tinggi. Disamping pendidikan formal, pendidikan ekstrakurikuler seperti menuntut ilmu agama, kursus, dan lain sebagainya juga salah satu kewajiban orangtua agar anaknya menjadi anak yang berilmu pengetahuan dan berilmu agama yang baik.

Dizaman dahulu kala, ditanah Siulak apabila seorang anak yang sedang menuntut ilmu/sekolah, dan orangtuanya tidak mempunyai biaya, maka Depati Ninik Mamak akan diajak berunding, mungkin ada harta warisan berupa “harta tinggi” (yaitu harta nenek moyang yang diwarisi turun temurun) bisa digadaikan atau dipinjam bahkan dijual untuk mengatasi biaya sekolah tersebut.[6]

Seorang ayah dan seorang ibu di tanah Siulak, dari semenjak anak mereka masih bayi, sudah direncanakan untuk mencari biaya pendidikan anak-anak mereka, seperti menyiapkan tanaman kayu manis (cassiavera) sekian hektar dengan niat apabila anak-anak mereka sekolah nanti ada tabungan hidup yang bisa dijual, atau menabung uang/emas untuk keperluan anak-anak tersebut.

F.     MELEPAS NIKAH KAWIN

Setelah empat/lima kewajiban diatas terpenuhi, maka seorang anak akan membutuhkan rumah tangga sendiri untuk mengembangkan keturunannya dan belajar hidup mandiri. Maka, apabila jodoh sudah ditemukan baik dengan cara “bakasie” (pacaran), maupun perjodohan antara orangtua, disinilah tugas dan kewajiban yang formalitas menurut sepanjang adat selesai dilaksanakan.

Namun pada hakikatnya, kasih sayang orangtua terhadap anaknya tidak pernah habis atau selesai. Bahkan disaat seorang ayah/ibu dalam keadaan menderita, baik berupa sakit, atau hidup melarat, seorang anak yang sudah menikah pun wajib mengurus orangtuanya. Dan sebaliknya, jika sang anak yang sudah berkeluarga hidup menderita, maka kewajiban ayah/ibunya dan sanak keluarga masih harus rela membantunya.

Adapun rentetan peristiwa dalam nikah kawi ditanah Siulak ialah :

1)      Batuik (bertanya)

 Dalam acara batuik ini dilakukan setelah anak setuju untuk menikah, maka kedua orangtuanya akan bertemu untuk membicarakanmaksud kedua anak mereka untuk menempuh hidup baru berumah tangga. Dan setelah didapati kata sepakat, maka akan dilanjutkan dengan;

2)      Batunang (pertunangan)

Masing-masing pihak “menyihih” (mengundang) Depati Ninik Mamak dan Teganai mereka masing-masing untuk datang kerumah calon mempelai wanita dalam acara “batuneng” (bertunangan). Sesampai dirumah calo mempelai wanita, setelah dijamu dengan makanan ringan, maka Ninik Mamak akan megajun megarahkan tentang maksud kedua calon pengantin yang akan menikah. Setelah dapat kata mufakat, maka akan di “pancangkan” (bertutur kata-kata adat) oleh Ninik Mamak pihak laki-laki kepada Ninik Mamak Pihak Perempuan dengan alat yang diletakkan yaitu berupa “sihih sabuku” dan “Cihi” (barang yang dijadikan untuk pertunanga seperti Keris Pusaka, Cincin Emas, minimal kain milik calon pengantin).

Didalam acara pertunangan ini sesuai dengan seloka adat “Ngekeh kbau dingan talinyo, ngekeh manusio dingan ninik mamak pati pangulu” (mengikat kerbau dengan talinya, sedangkan mengikat manusia dengan teganainya). Maka disini dibicarakan tentang hukum/sanksi apabila setelah pertunangan diadakan, calon pengantin laki-laki tidak jadi menikah/menemukan calon yang lain maka akan di denda sepanjang hukum adat, dan sebaliknya jika calon pengantin perempuan seperti itu juga akan dikenakan sanksi.

Namun demikian, apabila kedua calon pengantin sepakat untuk tidak melangsungkan pernikahan atas kehendak mereka berdua, diadakan duduk teganai maka sanksi ditiadakan atau boleh jadi keduanya membayar uang malu teganai sesuai dengan kesepakatan adat.

Cihi akan dikembalikan kepada teganai setelah Ijab-Qabul dilaksanakan.

3)      Nikah

Setelah jatuh ijab dan qabul, maka anak laki-laki kita sudah berubah status menjadi “uhang simendo” (orang semenda) untuk Luhah/Kalbu dari isterinya. Karena Kerinci menganut sistim matrilinial, maka suaminya untuk sementara waktu tinggal dirumah keluarga pihak perempuan menjelang mereka menentukan/membangun rumah mereka sendiri.

Status suami didalam keluarga besar isterinya tetap menjadi Uhang Simendo, walaupun ia berpangkat tinggi di kantor, hartanya banyak, ia tidak boleh melewati/ melangkahi kebijakan Teganai, karena statusnya sebagai anak batino.

Dalam hal tugas dan kewajiban sepanjang adat ditanah Siulak, kewajiban terakhir yang paling penting bagi orangtuanya adalah melepaskan anaknya menuju kehidupan yang baru yaitu berumah tangga. Maka terlepaslah beban orangtuanya, karena sang anak telah memiliki tanggung jawab yang baru.

 

G.    UHANG SIMENDO DITANAH SIULAK:

Uhang Simendo yaitu seorang laki-laki yang menikah dengan seorang perempuan, maka suaminya disebut uhang simendo oleh keluarga besar isterinya. Karena dia tinggal dilingkungan keluarga besar isterinya, maka jenis uhang simedo itu ada pula macamnya :

ü Pertama semendo Gajah Gedang

ü Kedua semendo Kucing Kuruh

ü Ketiga Semendo Langau Hijau

ü Keempat Semendo Kacang Miang

1.      Semendo Gajah Gedang

Aso gedang nak manando, ngato ka jangat lebih liat, ngatokah tulang lebih gedang : - Makan adat dingan pasko, - Makan cupak dingan gantang. Nak tinggi pado pucuk, nak gedang pado batang, nak lalam dari urat tunggan, nak nampung tekap panghulu, nak nipak batin dibalai, licak deh mahligo guling.

Seperti parapatah adat mengatokan : Tuan datuk kasungai ulak, singgah buranti dipinang awan, awak gepuk mambuang lemak, awak cerdik mambuang kawan, itulah semendo gajah gedang.[7]

“Terasa besar apapun akan dilanda, mengatakan bahwa kulitnya lebih liat, mengatakan bahwa tulangnya lebih besar:-Memakan Adat dan Pusaka, - Memakan cupak dengan gantang. Maunya menang sendiri melampaui pucuk, ingin besar daripada batang, ingin lebih dalam dari urat nadi, ingin menampung keluh kesah penghulu, ingin membuang petugas pemerintahan di pasar, rasa-rasa sanggup menghancurkan pemerintahan”.

“Seperti seloka adat mengatakan : Tuan datuk kesungai ulak, singgah berhenti di Pinang Awan, diri gemuk membuang lemak, diri pandai membuang kawan, itulah semenda Gajah Gedang”.

Artinya, orang semenda yang merasa lebih baik dari orang sekitarnya bahkan lebih pandai dari orang sekampung. Bisa jadi karena pangkatnya tinggi, karena ia seorang jagoan, ia tidak mau mengerti dngan lingkungan sekitar.

2.      Semendo Kucing Kurus :

Cinak semut dalam buah aro, idak tau siang dingan malam, idak tau ili ngan mudik idak tau sanak famili, idak tau sanak saudaro. Lah semak jalan kabalai, lah kelam jalan ketapian, lah terang jalan kalapu, ado lang lah ado sawai, pado batino susah payah bialah badan ndam karam, matilah ayam matilah tunggan.

Seperti parapatah adat mengatokan :

Karimbo katalang jauh, salimpat didalam padi, kalu kito semendo jauh, kuat-kuat duduk ngan kanti. Itu dikatokan semendo kucing kuruh.[8]

“Seperti semut didalam buah Ara, tidak tentu siang dan malam, tidak tahu selatan dan utara tidak tahu dengan sanak famili, tidak tahu keluarga dan saudara. Sudah semak jalan ke pasar, sudah gelap jalan ke tapian, sudah terang jalan ke dapur, dimana ada burung elang disitu ada burung Sawai, daripada isteri bersusah payah, biarlah badan tenggelam, mati ayam mati sendirian”.

Seperti pepatah adat mengatakan :

“Kerimba ketalang jauh, rumput salipat didalam padi,  kalau kita semenda jauh, sering-seringlah duduk dengan kawan. Itu yang dikatakan semenda kucing kurus”.

Artinya, semenda kucing kurus ini ialah setelah menikah selain bekerja ia hanya dirumah saja, tidak pernah bergaul dengan orang-orang sekitar, bahkan ia juga lebih senang mengurus dapur bersama isterinya dirumah.

3.      Semendo Langau Hijau :

“Terbang ilie ngan mudik, terbang kiun kamain, kabawah malam balik malam idak tahu badan payah cari bungo sedang kembang, suko main dingan perempuan uhang. Seperti parapatah adat mengatokan, Tuan Petik pai manimbak, kasungai manimbak getah, adat idak agamo idak, manen parangai mbuh barubah. Itulah dikatokan semendo langau hijau”.

 

“Terbang hilir mudik, terbang kesana kemari, turun dimalam hari pulang ditengah malam tidak merasa badan payah namun terus mecari bunga sedang kembang, senang main perempuan dan selingkuh dengan isteri orang lain. Seperti pepatah adat mengatakan : Tuan Petik pergi menembak, kesungai menembak getah, adat tidak agamapun tidak, bagaimana perangai akan berubah. Itulah yang dikatakan semenda langau hijau”.

Artinya : langau ialah jenis lalat besar yang mendengung, sukanya terbang kesana kemari, senang hinggap di bunga yang sedang mekar, bahkan dikotoranpun ia mau hinggap juga. Lelaki  seperti ini diibaratkan urang semenda langau hijau, hobi main perempuan.

4.      Semendo Kacang Miang

Kayu gedang tengah Nagari, daunnyo rimbun ambikan tudung, tapi tudung mao ka basah, dahannyo panjang ambikka tungkat, tapi tungkat mao rebah.  Banenyo tinggi tempat bajuntai, tapi tinggi tempat jatuh, Tasinggung kno behnyo, tagisi kno miyengnyo, urang arif bijaksana, urang cdik cendekiawan. Cerdik kacang nak menilit, cerdik jering nak barisi, keling ladeh palito kubang, pijak pilin padang nak lepeh, ngerjokan umbuk dingan umbai.

Umbuk umbai urang batang hari, Bujuk jambi tipu palembang, Tibo dipapan nak berentak, Tibo didaun nak siginjek, Tibo diperut nak dikimpih, Tibo dimato nak dipicing. Seperti parapatah adat ngatokan :

Kacang pait duo sirangkai,

Ditanam diateh kuto,

Cerdik plit jangan dipakai,

Seumur hidup urang dak pacayo.

Itulah dikatokan Semendo Kacang Miang.

 

“Kayu besar ditengah dusun, daunnya rimbun jadikan topi, tetapi topi yang membuat basah, dahannya panjang jadikan tongkat, namun tongkat membawa rebah.  Dahannya tinggi tempat duduk berjuntai, tetapi tinggi membuat jatuh, tersinggung kena air yang melat didaunnya, bergeser karena bisa gatalnya, orang yang arif bijaksana, orang cerdik pandai. Cerdik seperti kacang melilit, cerdik jengkol ingin berisi, orang yang berkelit diujung lidah, membujuk dan pandai merayu”.

Artinya : orang semenda yang selalu membuat kericuhan, mengadu domba, dan senantiasa merugikan orang-orang yang brdekatan dengannya.

 

Kebalikan dari Jenis Semendo diatas ada  empat :

Ø  Pertama Semendo Lantak Balarik

Ø  Kedua Semendo Tanggo Rapek

Ø  Ketiga Samendo Ayam Gedang

Ø  Keempat Semendo Ninek Mamak

1.      Semendo Lantak Balarik :

Yaitu seumpama tiang pagar yang dipasang berderetan, ia Tidak tahu dengan orang desa, tidak mau tahu dengan tetangga kiri kanan, yang dia tahu hanya keluarga kecil isterinya.

2.      Semendo Tanggo Rapek:

Tanggo rapek ialah “Tangga Rapat” orang semendo seperti ini suka bergaul, baik dengan anak-anak, pemuda, orang tua, laki-laki perempuan, semua orang senang bergaul dengannya.

3.      Semendo Ayam Gedang ;

Ekornya panjang mahkotanya agung, senantiasa berkokok nyaring hilir mudik, berbicara kesana kemari. Senantiasa membanggakan dirinya, keluar daerah balik hari, keluar daerah seperti mengusap wajah, jagoan namun pengecut, anga-angan sebesar gunung namun tangan tak sampai. Orang seperti ini senantiasa berbicara kosong itu yang disebut simendo Ayam Gedang.

4.      Semendo Ninek Mamak :

Orang semendo ninik mamak ini diibaratkan Kayu besar didalam desa, daunnya rimbun tempat orang berteduh, batangnya besar tempat orang bersandar, dahannya tinggi tempat orang duduk berjuntai, orang cerdik pandai, arif bijaksana mengerti dengan adat dan pusaka, mengerti hukum agama, mengerti akan dahan yang akan menimpa, mengerti sebelum ranting yang akan merintang jalan, paham akan kiasan kata sampai, ketika ia membangun rumah dipinggiran jalan : tempat musafir numpang singgah, tempat orang haus meminta air, tempat orang lapar meminta nasi, tempat orang mengadukan keluh dan kesah, tutur sapanya tak pernah mengadu domba, melainkan senantiasa memberi arahan untuk kemajuan bersama. Orang seperti ini  yang sangat dirindukan oleh seorang mertua dan keluarga di tanah Siulak.



[1] Tasar, Wawancara Pribadi, 05-03-2021

[2] Moh. Rifa’I, Fiqih Islam Lengkap, hal. 445, Semarang;PT.Toha Putra, 1978

[5]  Tasar, Ibid

[6] Juhardi, Wawancara Pribadi, 14-05-2020

[7] Zarmoni, Dasar-dasar Adat Tigo Luhah Tanah sekudung Siulak, hal. 51, Elang Gunung, Kerinci : 2014

[8] Zarmoni, Ibid



Tidak ada komentar:

Posting Komentar