Senin, 21 Februari 2022

KEHIDUPAN SESEORANG DITANAH SIULAK

1. ADAT MUDA-MUDI

Pada zaman dahulu kala, dimana kemajuan zaman belum merasuki bumi Sakti Alam Kerinci, para pemuda (Bujang-Gadih) di Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak mempunyai adat dan kebiasaan dalam berkasih sayang. Dimana sibujang akan datang kerumah sigadis pada malam hari untuk bertandang, dengan duduk berjarak dan berhadapan dengan ditemani oleh si Ibu sang gadis, serta ditengah lampu togok/dian yang menjadi saksi.

Pantun merupakan hal yang sangat istimewa kala itu sebagai sarana mengungkapkan perasaan sepasang muda-mudi. Pada zaman itu, adat istiadat masih kental dipegang oleh Ninik Mamak, sehingga sepasang muda-mudi yang berkasih sayang tidak bernai melanggar tatakrama, dan hukum agama.

Di Siulak, sibujang dan sigadis yang berkasih sayang disebut “Bakasie”, dimana pada waktu ini digunakan untuk saling kenal mengenal sebelum memasuki hidup baru berumah tangga.

Contoh :

Anak murai diateh singem

Nyo bubunyi same balagu

Adik manih sapo ngan tuen

Kalu dak ado mbuh kasie aku

 

Katutu-katutu nian

Nyo inggap diateh manyan

Katuju-katuju nian

Salah ngato ku idak tengan

 

Apabila sudah menjadi “Kasie” maka sibujang akan meminta tanda berupa meminjam “kain peramban” / kain sarung sigadis, dan sibujang akan meninggalkan bajunya atau lain-lain sebagainya.

Dan dihari lebaran Idul; Fitri, maka sigadis akan datang kerumah sibujang dengan membawa rantang berisi kue/makanan lainnya, dan ketika pulang, sigadis akan dikasih uang oleh sibujang sebagai ganti isi rantangnya tersebut.

Dan setelah hari raya ketiga, sibujang akan meminta ijin kepada ibu dan ayah sigadis untuk mengajak “Kasie”nya jalan-jalan, baik ke Kayu Aro, Gao, ataupun danau Kerinci.

2.  BATUIK/MEMINANG/BERTUNANGAN

Setelah ada kesepakatan antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menikah, dan telah direstui oleh kedua orangtuanya maka ia harus menjalankan rentetan peristiwa berikut :

A.   ANAK JANTAN SEBAGAI MEMPELAI

Maka orang tuanya harus mengundang/menyirih :

1)   Depati Panghulu

2)   Ninik Mamak

3)   dan Anak Jantan (Teganai)

setelah orang tersebut datang kerumah, maka orang tua anak jantan tadi menyuguhkan makanan/minuman ala kadarnya. Setelah berbasa basi sebentar, maka Depati Ninik Mamak dan Anak Jantan serta orang tua laki-laki tersebut bersiap-siap untuk pergi kerumah calon mempelai wanita dengan membawa :

1)   alat sirih lengkap (sirih sebuku)

2)   “cihi” (tanda untuk pertunangan) diutamakan Keris Pusaka, jika tidak ada boleh barang lainnya seperti kain sarung, atau barang emas permata.

 

B.    ANAK BATINO SEBAGAI MEMPELAI

Maka orang tuanya harus mengundang/menyirih :

1)   Depati Panghulu

2)   Ninik Mamak

3)   dan Anak Jantan (Teganai)

Depati Ninik Mamak dan Anak Jantan harus lebih dahulu datang kerumah anak batino untuk menunggu keluarga calon mempelai yang laki-laki datang untuk meminang. Keluarga calon mempelai wanita harus menyiapkan makanan ringan ala kadarnya (palalu kawo) untuk menyambut kedatangan calon mempelai pria.

Setelah berkumpul kedua keluarga calon pengantin, maka pihak calon mempelai wanita menyiapkan beras 1 pring beserta sirih pinang sebuku dan rokok 2 bungkus, maka Ninik Mamak pihak pria akan menyampaikan maksud kedatangannya secara adat, yaitu “Parno Adat” Batuik/Batunang kepada Ninik Mamak pihak perempuan, seraya menyerahkan “Cihi” berupa Keris Pusaka atau lainnya. Setelah Parno adat dijawab oleh Ninik Mamak pihak perempuan, dan “cihi” diambil, maka akan diadakan kesepakatan tentang waktu acara pernikahan anak buah anak kemenakan mereka, maupun acara baraleknya.

 

3.   INGKAR JANJI / BUSAHAK TUNANG

Dalam hal perjanjian manusia boleh berencana, namun ketentuan mutlak ditangan Allah SWT. Seelah pertunangan dilakukan, sering terjadi calon mempelai laki-laki atau calon mempelai perempuan ingkar janji, menolak untuk menikah dengan tunangannya. Disinilah fungsi janji adat tadi, seperti kata adat mengatakan “ngekeh kerbau dengan kulit, ngekeh manusia dengan Ninik Mamak Depati Panghulu” maksudnya, kalau janji kedua calon mempelai saat pertunangan itu disahkan oleh Teganai kedua belah pihak. Biasanya dalam pertunangan itu diadakan sanksi bagi kedua calon mempelai apabila :

(1) Calon mempelai baik laki-laki maupun yang wanita ingkar janji/menolak pinangan yang telah disepakati  akan didenda  sebanyak 4 (empat) kayu kain besar, atau diuangkan Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) atau sesuai dengan kesepakatan teganai kedua belah pihak saat pertunangan;

(2) Calon mempelai baik laki-laki maupun yang wanita ingkar janji/menolak pinangan yang telah disepakati disaat hari H, atau gulai telah masak, maka dendanya Rp. 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) atau sesuai janji kedua teganai tersebut.

4.    PERNIKAHAN

Setelah ada kata mufakat saat meminang, maka ditepatilah janji tersebut. Anak batino (orang tua mempelai) akan melayangkan sirih kepada Depati Ninik Mamak Anak Jantan Teganai Rumah, untuk meminta para teganai mengantar yang laki-laki menikah. Sementara calon mempelai wanita juga memberitahu seluruh Depati Ninik Mamak Anak Jantan Teganai rumah agar menghadiri pernikahan anak buah anak kemenakan mereka. Biasanya pernikahan (Ijab Qabul) dilakukan di Masjid/Mushala atau boleh jadi dirumah keluarga mempelai wanita.

(1) Walimatul ‘Urus/syukuran/barlek

Barlek biasanya dilakukan dirumah keluarga wanita, namun sekarang telah banyak perubahan, dirumah keluarga laki-laki juga diadakan barlek. Syukuran/barlek bisa diadakan setelah Ijab Qabul, atau sesuai dengan kehendak orangtua kedua mempelai. Sebelum acara barlek dilaksanakan, orangtua mempelai menyirih  teganai bahwa mereka mau melaksanakan barlek. Lalu setelah hidangan disediakan dan para tamu sudah berkumpul, maka orangtua mempelai perempuan mengeluarkan beras satu piring beserta sirih sebuku dan rokok 2 bungkus didalamnya. Kemudian diserahkan kepada Teganai mempelai laki-laki untuk menyampaikan maksud secara adat (parno adat) penyerahan urang semendo dari pihak mempelai laki-laki kepada keluarga besar mempelai perempuan. Lalu dibacakan do’a selamat atas pernikahan mereka. Malam harinya akan diadakan penjemputan pengantin laki-laki/ balahak yang diiringi dengan lagu Indonesia Aman. Sedangkan, dalam barlek tersebut boleh memakai hiburan seperti Organ Tunggal, Seruling Bambu, dan lain sebagainya, kemudian para ibu-ibu akan datang berkenjung “nganta breh”  yaitu dengan membawa beras dua teko dan sebuah kado pernikahan, sementara pihak tuan rumah akan mengisi piring ibu-ibu tersebut dengan makanan ringan ala kadarnya atau gulai. Biasanya kejadian ini diwilayah Siulak akan memakan waktu sampai seminggu, karena tidak mutlak ibu-ibu tetangga akan datang tepat waktu barlek.

(2) Kedudukan Uhang Simendo

Uhang simendo ialah suami dari Anak Batino kita. Setelah pernikahan, menurut adat di Kerinci, laki-laki pulang kerumah keluarga besar pihak perempuan (meskipun setelah menikah suami dapat membawa isterinya keluar dari kampungnya/Simendo Surut/ meran  tau kedaerah lain). Disini Uhang Simendo tidak boleh melampaui batas orang adat (Teganai Ninik Mamak Depati Panghulu) keluarga besar isterinya. Meskipun, tingkat pendidikan uhang simendo cukup  tinggi, Jabatannya dikantor cukup tinggi, namun ketika berbaur dengan lingkungannya kembali kedudukannya tetap dibawah para teganai isterinya. Ia harus bisa menghargai para Teganai dan berlakulah undang-undang Simendo (silahkan buka buku Dasar-Dasar Adat tigo Luhah Tanah sekudung Siulak). Ketika uhang simendo (suami) menghadapi suatu masalah, maka ia boleh mengadu kepada Teganai isterinya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Namun tidak semua uhang simendo tetap dibawah tekanan para teganai, istilah adat mengatakan “Uhang simendo, kalu cdik punyuwab kato ngan tibo, kalu paningka panyambut gayung ngan datang, kalu baremeh panudung malu”. Artinya kalau uhang simendo itu berilmu maka akan dijadikan tempat bertanya, meminta pendapat dan lain sebagainya, jika memiliki harta yang banyak akan disegani oleh keluarga lain, atau tempat sanak keluarga meminjam.

(3) Kehamilan

Dalam keadaan hamil, para wanita ditanah Siulak pada khususnya mendapat larangan dan pantangan dari para orang tua-tua terdahulu, seperti tidak boleh bergunjing, mencaci maki, menghina, mengumpat tetapi harus memperbanyak membaca Al-qur’an. Tidak boleh kesungai waktu tengah hari, sore menjelang maghrib, tidak boleh berjalan malam, tidak boleh kehutan karena akan diikuti oleh Iblis dan harimau. Suaminya juga tidak diperkenankan membunuh binatang yang tidak berdosa, memancing, tidak boleh memandikan orang mati, menggali kuburan, dan lain sebagainya.